Baca Juga
Militer China mengerahkan sekitar 40 pesawat jet termasuk jet pengebom H-6K ke kawasan Laut China Timur pada hari Minggu. Militer Jepang pun bereaksi, di mana jet-jet tempurnya melakukan aksi “scramble”.
Sebanyak 40 pesawat jet China itu bermanuver melewati Selat Miyako di Laut China Timur. Puluhan jet militer Beijing melesat ke wilayah Pasifik Barat.
Juru Bicara Departemen Pertahanan China, Shen Jinke, mengatakan penerbangan 40 pesawat itu merupakan latihan rutin. Dari 40 pesawat yang bermanuver, kata Shen Jinke, termasuk di dalamnya jet pengebm H-6K, Su-30, dan pesawat tanker udara.
”Latihan melibatkan aksi pengintaian dan peringatan dini, serangan terhadap sasaran permukaan laut, dan dalam penerbangan pengisian bahan bakar untuk menguji kemampuan pertempuran Angkatan Udara di laut lepas,” katanya.
Sebuah laporan yang dilansir kantor berita Xinhua, menambahkan, kontingen Militer Pertahanan China (PLAAF) juga melakukan patroli rutin di Zona Identifikasi Pertahanan (Adiz) di Laut China Timur. China telah mengumumkan Adiz di Laut China Timur pada November 2013, yang memicu kritik tajam dari Jepang dan negara-negara regional lainnya.
Menurut Shen, latihan dan transit melalui Selat Miyako dilakukan sesuai dengan kebutuhan Angkatan Udara China guna mempertahankan kedaulatan dan keamanan nasional. ”Serta untuk mempertahankan pembangunan yang damai,” ujarnya.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Jepang, dalam sebuah pernyataan yang dikutip kantor berita Kyodo, Senin (26/9/2016), mencatat bahwa pesawat-pesawat jet China memang tidak melanggar ruang udara Jepang.
Jet-jet tempur Jepang sendiri secara teratur melalukan aksi “scramble” atau pengacakan dalam merespons pesawat militer China di dekat wilayah udara kedaulatannya di Laut China Timur. Di kawasan maritim itu, kedua negara terlibat sengketa pulau bernama Senkaku atau Diaoyu.
Meski tidak terjadi insiden berbahaya, analis militer menilai manuver China pada hari Minggu kemarin merupakan manuver tidak biasa.
“Ini sangat jarang, jumlah besar dan berbagai pesawat belum pernah terlihat sebelumnya,” kata ahli militer yang berbasis di Beijing, Li Jie, kepada South China Morning Post.